PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumatera
Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau bagian
utara Sumatera,
Indonesia.
Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa dari Melayu Tua dan Melayu Muda.
Penduduk asli provinsi ini terdiri dari Suku Melayu, Suku Batak, Suku Nias, dan
Suku Aceh. Daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu timur dan barat pada umumnya
didiami oleh Suku Melayu dan Suku
Mandailing yang hampir seluruhnya beragama Islam. Sementara di daerah
pegunungan banyak terdapat Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen.
Selain itu juga ada Suku Nias di kepulauan sebelah barat. Kaum
pendatang yang turut menjadi penduduk provinsi ini didominasi oleh Suku Jawa.
Suku lainnya adalah Suku Tionghoa dan beberapa minoritas lain.
Sumatera Utara merupakan provinsi yang keempat terbesar
jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat,
Jawa Timur,
dan Jawa Tengah.
Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera
Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan
pada tahun 2002, jumlah penduduk Sumatera Utara adalah seramai 11,85 juta jiwa.
Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan
pada tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan kadar peningkatan
pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen
per tahun.
Provinsi ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini,
perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut
dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang arealnya
terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II),
PTPN III dan PTPN IV.
Selain itu Sumatera Utara juga tersohor karena luas
perkebunannya. Hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian
provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara.
Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh,
kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat,
Simalungun, Asahan,
Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.
·
Luas pertanian padi.
Pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektare, atau turun sekitar
16.906 hektare dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektare.
Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar
43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektare,
dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektare.
Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar
2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini.
·
Luas perkebunan karet.
Tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektare dengan produksi
443.743 ton. Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal
477.000 hektare dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
·
Irigasi. Luas irigasi
teknis seluruhnya di Sumatera Utara seluas 132.254 ha meliputi 174 Daerah
Irigasi. Sebanyak 96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat
kritis.
·
Produk Pertanian.
Sumatera Utara menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh,
kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat,
Simalungun, Asahan, Labuhanbatu,
dan Tapanuli Selatan.
Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan
devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatera
Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan
buah-buahan); misalnya Jeruk Medan,
Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo,
Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia
dan Singapura.
Lahan di Propinsi Sumatera Utara sebagian besar telah
dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian, dan industri. Selain itu, sumber daya alam lainnya yang
dimiliki adalah perikanan laut, perairan umum, dan kehutanan yang potensial
untuk dikembangkan. Negara
dan masyarakat senantiasa saling membentuk melalui upaya penguasaan dan
penolakan di berbagai arena (Migdal dkk., 1994). Arena yang berkaitan dengan
hutan mencakup hak kepemilikan, pembagian manfaat dari hutan, pemanfaatan dan
perlindungan sumberdaya hutan, peluang kerja, jaminan politik, infrastruktur,
pengetahuan, dan akses terhadap informasi. Negara dan masyarakat memiliki jalur
pengaruh yang berbeda. Pengaruh
negara terhadap hutan biasanya berdasarkan penguasaan atas kebijakan, kegiatan
kehutanan, atau kepemilikan hutan dan lahan hutan (Finger-Stich dan Finger, 2003).
Di negara yang kaya dengan sumberdaya hutan seperti Indonesia, penguasaan oleh
negara seringkali terpusat pada departemen kehutanan di tingkat nasional. Unsur
masyarakat dapat mempengaruhi melalui jejaring informal, gerakan sosial, atau
pun organisasi-organisasi resmi seperti perusahaan, lembaga keagamaan, kelompok
donor dan advokasi. Tetapi pada praktiknya masyarakat lokal kurang memiliki
pengaruh resmi terhadap sumberdaya hutan yang bernilai tinggi.
Propinsi
Sumatera Utara memiliki potensi sumber daya alam yang belum banyak
dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi pembangunan yang telah dimanfaatkan,
tetapi belum optimal dikembangkan, antara lain di sektor pertanian,
pertambangan, industri, dan pariwisata. Potensi
pertanian di wilayah Propinsi Sumatera Utara tersebar di Kabupaten
Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Labuhan Batu, Asahan, dan Simalungun dengan
komoditas antara lain kelapa sawit, kopi, karet, coklat, teh, dan tembakau.
Potensi kehutanan yang dikembangkan, antara
lain adalah komoditas kayu gergajian, kayu
lapis,log pinus, dan log rumba, yang terdapat di pegunungan Bukit
Barisan dan wilayah lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Potensi perikanan,
terutama perikanan laut, perikanan perairan umum, mina padi, kolam, dan tambak
yang tersebar di seluruh wilayah propinsi merupakan potensi untuk dikembangkan
lebih lanjut.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
kondisi geografis Sumatera Utara?
2. Bagaimana
potensi lahan di Provinsi Sumatera Utara?
3. Bagaimana
potensi kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara?
4. Bagaimana
peranan sumber daya hutan terhadap perkonomian Provinsi Sumatera Utara.
ISI
Kondisi
Geografis Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di
bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000
Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat
berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah
71 680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera, dan sebagian
kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik
di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah
menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten
Tapanuli Selatan dengan luas 12.163,65 km2 atau 16,97% diikuti Kabupaten
Labuhan Batu dengan luas 9.223,18 km2 atau 12,87% kemudian diikuti Kabupaten
Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23%. Sedangkan luas
daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02%
dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi
alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu Pantai Barat,
Dataran Tinggi dan Pantai Timur.
Potensi Lahan di Provinsi Sumatera Utara
Sematera
Utara memiliki areal pertanian seluas 277,255 ha, dengan luas areal perkebunan
sebesar 1.788.943 ha pada akhir tahun 2006, yang dibagi dalam tiga keemilikan
yaitu perkebunan rakyat, pemerintah dan swasta, dengan kepemilikan terbesar
oleh rakyat. Seperti memiliki spesialisasi potensi, Sumatera Utara didomonasi
oleh kekayaan alam perikanan, pertanian dan perkebunan, yang berbeda dengan DI
Aceh yang diperkaya oleh pertambangan serta pengilangan minyak dan gas bumi.
Sumatera didominasi oleh lahan-lahan
areal perkebunan dan pertanian. Luas area lahan pertanian untuk jenis sawah
sampai pada sensus 2005, sebesar 277255 ha. Pada tahun yang sama, produksi padi
yang dihasilkan dari area persawahan tersebut mencapai 3.447.784 ton, sekitar
12 ton/hektar. Tidak hanya padi sebagai pemenuhan kebutuhan pangan domestik,
lahan pertanian dan perkebunan Sumatera Utara juga difokuskan pada komoditi
perdagangan internasional, sebagai orientasi ekspor.
Berbagai komoditi perkebunan yang difokuskan untuk
perdagangan global yaitu seperti Jagung, Kedelai, Kopi, Kelapa Sawit, Kakao dan
Karet. Luas area perkebunan yang dikelola secara total untuk kebutuhan tanaman
tersebut mencapai 1.594.601 ha, yang didominasi oleh luas perkebunan sawit sebesar
57% dari keseluruhan. Namun, jika dibandingkan produktivitas dari berbagai
hasil perkebunan tersebut maka Karet sebesar 0.77ton/ha, Kopi 0.71 ton/ha,
Kakao 18 ton/ha, Kedelai 1.2 ton/ha, Sawit 15 kuintal/ha, sedangkan Jagung 56
ton/ha.
Berdasarkan kapasitas produksi di atas, terdapat kondisi
inefisien dalam mencapai optimisasi produktivitas, dimana sawit mendapat
pengelolaan lahan terbesar namun, masih sedikit menghasilkan. Hal ini terjadi
diakibatkan bahwa pemerintah daerah baru memulai pengembangan perkebunan sawit
tersebut. Berdasarkan data ini, terdapat indikasi masih besar dana investasi
yang dibutuhkan untuk mendorong perkebunan kelapa sawit di Sumatera, mengingat
potensinya yang besar di pasar dunia. Minyak Kelapa Sawit memiliki manfaat
pangan dan energi di masa mendatang, dan dengan pasar finansial dalam kondisi
fluktuatif, dana transaksi yang sifatnya spekulatif mengalihkan ke perdagangan
kelapa sawit atau CPO di pasar Malaysia, sehingga harga menguat.
Beberapa hal yang perlu difokuskan dengan adanya data
rata-rata tahunan produktivitas perkebunan tersebut, adalah Indonesia masih
merupakan negara dengan model pertanian dan perkebunan yang tradisional dan
belum berkembang menjadi negara dengan model pertanian dan perkebunan yang
modern atau sudah menjadi Industri bahan pangan. Berbeda dengan negara Jepang
dan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, yang pertaniannya sudah
didukung dengan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga
produksinya tidak banyak bergantung oleh kondisi alam dan cuaca.
Daerah-daerah yang menjadi fokus pemerintah daerah Sumatera
Utara dalam pengembangan komoditi internasional tersebut salah satunya adalah
Tebing Tinggi. Tebing Tinggi memegang tiga komoditi pertanian utama yaitu
Sawit, Kelapa dan Karet. Oleh karena itu, produksi kota Tebing Tinggi
didominasi oleh pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. 23.87% dari total
PDRB Tebing Tinggi didorong oleh sektor tersebut. Untuk seluruh Sumatera Utara,
hasil perkebunan mampu menyumbangkan 9.13%. Ini berarti hampir sepertiga dari
hasil perkebunan di Sumatera Utara dihasilkan oleh Tebing Tinggi. Oleh karena
itu usaha pengolahan Kelapa Sawit masih layak untuk diusahakan di Sumatera.
Potensi Kawasan Hutan di Sumatera Utara
Kawasan hutan Provinsi
Sumatera Utara yang telah ditetapkan berdasarkan hasil paduserasi TGHK dan
RTRWP pada Oktober 1999 adalah seluas lebih kurang 3.848.358 Ha. Luas kawasan
hutan ini mencakup 53.7% dari luas provinsi Sumatera Utara. Kawasan hutan ini
terdiri dari kawasan hutan konservasi, hutan lindung, dan kawasan hutan
produksi dengan rincian luas sebagai berikut.
Fungsi
Kawasan
|
Luas (Ha)
|
Persen
Luas (%)
|
Kawasan
Hutan Konservasi (HSAW)
|
± 253.885
|
6,59
|
Kawasan
Hutan Lindung (HL)
|
±
1.924.535
|
50,01
|
Kawasan
Hutan Produksi
-
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
-
Hutan Produksi Tetap (HP)
-
Hutan Produksi yang dapat di
Konversi (HPK)
|
±
1.669.938
± 760.958
± 871.183
± 37.757
|
43,39
19,77
22,64
0,98
|
Luas
Keseluruhan
|
±
3.848.358
|
100
|
Kawasan konservasi terdiri dari
Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam
(TW), Taman Hutan Raya (THR), dan Taman Buru (TB). Hutan Konservasi adalah
hutan dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Peranan
Sumber Daya Hutan dalam Perekonomian Sumatera Utara
Tabel. Presentase Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera
Utara menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000.( 2005-2007)
No
|
Lapangan Usaha
|
2005
|
2006
|
2007
|
1
|
Pertanian
|
3,38
|
2,4
|
4,98
|
2
|
Pertambangan dan Penggalian
|
6,42
|
4,17
|
9,78
|
3
|
Industri Pengolahan
|
4,76
|
5,47
|
5,09
|
4
|
Listrik, Gas dan Air Minum
|
5,15
|
3,08
|
0,22
|
5
|
Bangunan
|
12,96
|
10,33
|
7,78
|
6
|
Perdagangan Hotel dan Restoran
|
4,95
|
6,95
|
7,55
|
7
|
Pengangkutan dan Komunikasi
|
10,11
|
11,91
|
9,90
|
8
|
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
|
7,15
|
9,87
|
12,43
|
9
|
Jasa Jasa
|
4,36
|
7,09
|
8,25
|
PDRB
|
5,48
|
6,20
|
6,90
|
|
PDRB Non MIGAS
|
5,52
|
6,26
|
6,89
|
Secara
umum, kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Utara tercermin dari perkembangan PDRB
dalam beberapa tahun terakhir. Angka yang tercantum dalam PDRB tersebut
merupakan angka yang menunjukkan nilai tambah yang terbentuk dan merupakan
pendapatan bagi perekonomian Sumatera Utara secara menyeluruh.
Dari data
yang didapatkan, laju perekonomian dari pertanian sendiri tidak merupakan
kontribusi terbesar dalam perekonomian Sumatera Utara. Jika presentase dari
tahun ketahun dirata-ratakan, maka lapangan usaha bangunan dan keuangan,
persewaan, jasa perusahaan, pengangkutan dan komunikasi mendominasi sebagai kontrbusi terbesar dalam
laju pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara. Pertanian berada ditengah-tengah
jenis lapangan usaha lainya. Pertanian disini sudah mencakup bidang-bidang
seperti tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
perikanan.
Tabel.
Produksi Hasil Hutan Sumatera Utara Menurut Jenis Produksi
Jenis Produksi
|
Unit
|
2005
|
2006
|
2007
|
A. Hasil Utama
|
|
|
|
|
Log Rimba
|
M3
|
77.073,11
|
14.251,86
|
124.500,51
|
Log Pinus
|
M3
|
874.056,00
|
1.172.316,74
|
100.545,27
|
Kayu Gergajian
|
M3
|
88.195,53
|
1.112.939,08
|
137.082,58
|
Kayu Lapis
|
M3
|
155.062,09
|
54.655,93
|
278.569,61
|
PULP
|
Ton
|
171.248,26
|
147.281,50
|
172.710,27
|
Blockboard
|
M3
|
714,98
|
10.354,90
|
-
|
Moulding
|
M3
|
32.462,00
|
105.355,53
|
61.041,35
|
B. Hasil Ikutan
|
|
|
|
|
Rotan
|
Ton
|
25.380,00
|
303,52
|
295,05
|
Arang
|
Ton
|
-
|
-
|
850,70
|
Getah Tusam
|
Ton
|
1.285,39
|
-
|
886,83
|
Diatas
merupakan hasil-hasil hutan yang secara keseluruhan disektor kehutanan yang
berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Dari sektor
kehutanan sendiri memang memberikan peranan yang sangant penting bagi
perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Mengingat Provinsi ini juga memiliki
hutan ynag cukup luas yang bisa berpotensi dalam kontribusi perekonomian,
walaupun bukan merupakan kontribusi terbesar di perekonomian Sumut tahun 2005
sampai dengan 2007. Tetapi setiap tahun, presentase PDRB di bidang pertanian
terus meningkat, yang ini artinya pertanian memiliki potensi.
Terdata
pula pada tabel diatas, produksi hasil hutan berupa log rimba, kayu lapis,
moulding dan arang mengalami peningkatanpada tahun 2007 yang sebelumnya
mengalami penurunan di tahun 2006 dari tahun 2005. Yang sangat disayangkan
adalah terjadinya penurunan produksi yang cukup besarr pada hasil hutan log
pinus dan kayu gergajian. Bahkan penurunan yang terjadi di tahun 2007 merupakan
yang terendah dari tahun 2005. Hal ini mungkin saja terjadi diakibatkan karena
kurangnya lapanga usaha yang bergerak dalam produksi kayu ini.
Hasil
hutan ikutan juga terlihat berperan dalam perekonomian baik di masyarakat
sendiri ataupun sumatera Utara. Hasil ikutan ini biasanya kita sebt sebagai
hasil hutan bukan kayu. HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah
produktivitas kayu dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam
pengelolaan hutan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan
secara utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berasal
dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat
menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi
ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Mengingat
pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam
pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan (masyarakat yang tinggal
di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam
hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam
hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam (Departemen Kehutanan 1990).
Oleh karena itu, selain menjadi
sumber pendapatan bagi Provinsi Sumatera Utara HHBK seperti rotan, daging
binatang, madu, damar, gaharu, getah, berbagai macam minyak tumbuhan, bahan
obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan
masyarakat hutan. Masyarakat hutan memanfaatkan HHBK baik secara
konsumtif (dikonsumsi langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi-umbian,
buah-buahan, sayuran, obat-obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara
produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu,
madu, minyak astiri, dan lainnya.
Angkatan kerja di Sumatera Utara
sebagian besar masih berpendidikan SD ke bawah. Persentase angkatan kerja
golongan ini mencapai 41,47 persen, angkatan kerja yang berpendidikan setingkat
SMTP dan SMTA masing-masing sekitar 23,42 persen dan 28,94 persen sedangkan sisanya
6,17 persen berpendidikan di atas SMTA. Dengan masih rendahnya pendidikan
angkatan kerja memungkinkan produktivitasnya juga masih belum optimal. Jika
dilihat dari status pekerjaannya, sepertiga (32,10 persen) penduduk yang
bekerja di Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha
dengan dibantu anggota keluarga mencapai sekitar 19,78 persen, sedangkan
penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 17,78 persen. Hanya
2,62 persen penduduk Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan
buruh tetap/bukan anggota keluarganya.
Jumlah penduduk Sumatera Utara yang
merupakan angkatan kerja pada Agustus 2007 adalah sebanyak 5,65 juta jiwa yang
terdiri dari 5,08 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 571 ribu jiwa
terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk
Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian
yaitu 47,60 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di
Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar
18,80 persen. Sektor lain yang cukup besarperanannya dalam menyerap tenaga kerja
adalah sektor jasa-jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan
yaitu sebesar 12,90 persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri
hanya sekitar 7,60 persen saja. Selebihnya bekerja disektor Penggalian dan
pertambangan, sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, sektor Bangunan, sektor
Angkutan dan Komunikasi, dan sektor Keuangan.
Sumber daya hutan sangat
berpengaruh terhadap perkonomian Sumut, baik di provinsi sendiri maupun pada
penduduk Sumut. Pertanian membuka banyak lapangan kerja bagi penduduk termasuk
yang paling banyak banyak menyerap tenaga kerja adalah di sektor kehutanan.
Dari segi ekonomi makro, lapangan pekerjaan banyak dibuka, kesejahteraan
masyarakat pun termasuk terjamin, dilihat dari jutaan penduduk hanya beberapa
masyarakat yang belum bekerja yang mungkin ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya misalnya baru saja tamat dari perguruan tinggi yang kemudian
mencari pekerjaan.
KESIMPULAN
Dari data yang diperoleh, bisa
disimpulkan bahwa perekonomian Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 sampai 2007
masih berbasiskan pada sektor bangunan dan keuangan, persewaan, jasa perusahaan,
pengangkutan dan komunikasi Kemampuan
yang dimiliki pada dasarnya masih besar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
sektor dalam menghasilkan aliran pendapatan ke dalam perekonomian adalah besar.
Dengan demikian, pendapatan yang dihasilkan dari sektor primer tersebut
merupakan basis dari pendapatan perekonomian secara umum. Walaupun pertanian
bukan sektor utama sebagai kontribusi perekonomian, tetapi sektor kehutanan
memberikan kontribusi terbesar dalam ekonomi dibidang pertanian. Selain itu
kehutanan juga secara ekonomi makro sangat berperan dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja
dibandingkan sektor lain. Selain itu, sumber daya hutan juga meningkatkan
kualitas hidup dan pendapatan masyarakat sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi
Sumatera Utara. 2007. Publikasi BPS Provinsi Sumatera Utara 2007. Medan.
Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2002. Data
dan Informasi Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2007. Peraturan
Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu Diakses dari
(http://www.dephut.go.id/INFORMASI/Web%20 HHBK)(21.45).
Moelione, Moira dkk. 2009.
Desentralisasi Tata Kelola Hutan. Harapan Prima. Jakarta.
Rizka,
Mahmal. 2008. Kekayaan Alam Sumatera Utara Diakses dari (http://porakranjau.wordpress.com/2008/04/26/kekayaan-alam-sumatera-utara-potensi-investasi-di-pasar-global)(00.00).
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara#Pertanian_dan_perkebunan
No comments:
Post a Comment