Candi
Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja
kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra.
Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Arca Budha Candi Borobudur dan Bukit Manoreh
Bangunan
Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran
123 x 123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter
setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai
penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di
kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga
tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang
berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat.
Setiap tingkatan
melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana,
setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui
setiap tingkatan kehidupan tersebut.
- Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
- Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
- Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
- Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan
memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah
jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur
bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana,
ada pula relief-relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief
yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang
aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian
saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan
pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang
budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke
candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad
sebelum Katedral Agung di Eropa ini. Berkat mengunjungi Borobudur dan
berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan
Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala
biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan
Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti
ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana
kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan
dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri
dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut
berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu.
Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan
Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa
sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas
warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan tempat
ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.
Sejarah Candi Borobudur
Sekitar tiga
ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar
yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama
kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu
Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur.
Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas
Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap
di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758,
tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran
Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung
dalam sangkar.
Pada tahun 1814,
Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya
bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu
Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk
membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan
bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran
dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi,
dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Nama Borobudur
Mengenai
nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di
antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur
berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk
pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
Prof. JG. De
Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun
pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara,
atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang
mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama
Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang
bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi
menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat
setempat.
Pembangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma.
Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak
(784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa
(Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang
pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli
dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan
candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh
cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar,
Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak
candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada
masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya
dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali
susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada
bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie
Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk
meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya
sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba
melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke
Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy,
sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan
mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan
NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran
Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran
Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap
susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan
waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan
bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya
antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara
geografis berada pada satu jalur.
Materi Candi Borobudur
Candi
Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di
Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari
55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata
25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km
dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi
Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu
rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel
masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka
kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh,
tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk
bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah.
Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42
meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil
penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine
Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada
zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan
Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat
makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida
bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di
Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga
terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita
lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan
berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda
dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko
Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida
Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah
dan negara manapun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu
kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.
Misteri seputar Candi Borobudur
Sampai saat ini ada
beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi
Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari
daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam
ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung,
berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang
dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman
candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan?. Gambar
relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu
dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian
mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas?
masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmiah, terutama
tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Budha, di
pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar, diduga dulu ada sebuah
patung penggambaran Adibuddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih
menjadi misteri.
Kronologis Penemuan dan pemugaran Borobudur
- 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
- 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
- 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
- 1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
- 1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
- 1956 - pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
- 1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
- 1968 - pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
- 1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
- 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
- 10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
- 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
- 1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
No comments:
Post a Comment